2.1.
Konsep
Dasar Diagnosis Kesulitan Belajar
2.1.1.
Pengertian Diagnosis
Menurut Thorndike dan Hagen dalam Abin
(2012:307) menjelaskan bahwa diagnosis dapat diartikan sebagai berikut:
1) Upaya atau peroses menemukan kelemahan atau penyakit (weakneass, disease) apa yang dialami
seseorang melalui pengujian dan studi yang seksam mengenai gejala-gejalanya (symptom).
2) Studi yang saksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemuka
karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial.
3) Keputusan yang dicapai setelaha dilakukan suatu studi
yang saksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.
Dari ketiga pengertian diatas, dapat kita
maklumi bahwa di dalm konsep diagnosis, secara implisit telah tersimpul pula
konsep prognosisnya. Dengan demikian didalam pekerjaan diagnostik bukan hanya
sekedar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari
suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu
upaya untuk meramalkan (predictiing)
kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahan.
2.1.2.
Pengertian Kesulitan Belajar
Menurut Abin (2012:307) kesulitan belajar
adalah dimana seorang siswa menunjukkan kegagalan-kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai
tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan belajar menurut Burton didefinisikan sebagi
berikut:
1) Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu
tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau
tingkat penguasaan (level of mastery)
minimal dalam pelajaran tertetu, seperti yang telah ditetapkan oleh oarang
dewasa atau guru (critreon refrenced).
Atau siswa yang bersangkutan tidak bisa memenuhi KKM atau passing grade, kasus
semacam ini dinamakn lower group
2) Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak
dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran
tingkat kemampuan: intelegensi, bakat). Ia diramalkan akan dapat mengerjakannya
atau mencapai suatu prestasi, namun ternyata tidak sesuai dengan kemampuannya
kasus siswa seperti ini dogolongkan kedalm under
archievers.
3) Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak
dapat mewujudkan tuga-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai
dengan pola organismiknya (his organismic
pattern) pada fase perkembangan tertentu. Kasus seperti ini digolongkan ke
dalam slow learnes.
4) Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak
berhasil mencapai tingkat penguasaan (level
of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat (prerequisite) bagi kelanjutan (continuity)
pada tingkat pelajaran berikutnya. Kasus seperti ini dapat digolongkan ke dalam
slow learnes atau belum matang (immature) sehingga mungkin harus menjadi
pengulang (repeaters) pelajaran.
Dari keempat definisi diatas, dapat kita
simpulkan bahwa seorang siswa diduga mengalami kesulitan belajar kalau siswa
tersebut tidak berhasi mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu.
Ada beberapa jenis kesulitan belajar, yang dapat
dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut:
Dilihat dari jenis
kesulitan belajar: ada yang berat ada yang sedang. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari: ada yang
sebagian bidang studi yang dipelajari, dan ada yang keseluruhan bidang
studi. Dilihat dari sifat kesulitannya:
ada yang sifatnya permanen / menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara.
Dilihat dari segi factor penyebabnya:
ada yang Karena factor intelligensi, dan ada yang karena factor bukan
intelligensi.Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan
sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat
menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami
kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam
belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis,
sosiologis, maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang
luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c)
underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities.
1) Learning
Disorder atau kekacauan belajar adalah
keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang
bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya
tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya
respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih
rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan
olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami
kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2) Learning
Disfunction merupakan
gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik,
meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas
mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa
yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi
atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka
dia tidak dapat menguasai dengan baik.
3) Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat
potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya
tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan
tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi
belajarnya biasa-biasa saja atau rendah.
4) Slow Learner
atau lambat belajar adalah siswa
yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.
5) Learning
Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar
atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi
intelektualnya.
2.1.3.
Diagnostik Kesulitan Belajar
Dengan mengaitkan pengertian diagnostik dan
pengertian kesulitan belajar, kita dapat mendefinisikan diagnostik kesulitan
belajar sebagai suatu peroses upaya memahami jenis dan karakteristik serta
latar belakang kesulitan-kesulitan belajar dengan menghimpun dan mempergunakan
berbagai data / informasi selengkap dan seobjektif mungkin sehingga
memungkinkan untuk mengambil kesimpulaan dan keputusan serta mencari
alternative kemungkinan pemecahannya.
2.2.
Faktor-faktor
kesulitan belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa
biasanya tampak jelas dari menurunya kinerja akademik atau prestasi belajarnya.
Namun kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan
perilaku (misbehavior) siswa seperti
kesukaan bertriak-teriak didalam kelas dan sering meninggalkan sekolah. Ada
beberapa faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar. Yaitu faktor intern dan
faktor ekstern.
2.2.1.
Faktor
Intern Siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau
kekurangan maupun psiko-fisik siswa, yaitu:
1) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain
seperti rendahnya kapasitas intelektual / intelegensi siswa.
2) Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain
seperti labilnya emosi dan sikap.
3) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara laian
seperri terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan
telinga)
Selain faktor-faktor diatas ada beberapa faktor
lain sebagai berikut:
a.
Fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu
sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara
fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak
sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena
dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh,
yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang
pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang
tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
b. Psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan
dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita
ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa
aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah
intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140),
atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan
cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak
terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi.
Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya
memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka
orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak
didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan
mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
2.2.2.
Faktor
Eksternal Siswa
Faktor eksternal siswa meliputi semua situasi
dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktifitas belajar siswa.
Faktor ini dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut:
1) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan
hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2) Lingkungan perkampungan / masyarakat, contohnya:
wilayah perkampungan kumuh, pengaruh teman sepermainan yang nakal.
3) Lingkungan sekolah, contohnya: kondidi dan letak
gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar
yang berkaualitas rendah.
Adapun faktor-faktor ekternal yang
lainnya yang ditinjau dari segi sosial dan non-sosial adalah sebagai berikut:
b.
Sosial.
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang
tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup
tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau
anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang
tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah.
Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
c.
Non-social
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kurikulum
dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya:
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya:
1) Keturunan
Di Swedia, Hallgren melakukan penelitian dengan objek
keluarga dan menemukan rata-rata anggota tersebut mengalami kesulitan dalam
membaca, menulis dan mengija, setelah diteliti secara lebih mendalam, ternyata
salah satu faktor penyebabnya adalah faktor keturunan.
2) Otak
Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban
belajar mengalami gangguan pada syaraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi
perdebatan yang cukup sengit. Beberapa peneliti menganggap bahwa terdapat
kesamaan ciri pada perilaku anak yang mengalami kelambanan atau kesulitan
belajar dengan anak yan ab-normal. Hanya saja anak yang lamban atau kesulitan
belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada otak, oleh karena itu para
ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli
syaraf membuktikan ini.
3) Pemikiran
Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan menmgalami
kesulitan dalam menerima penjelasan tentang pelajaran. Salah satu penyebabnya
adalah mereka tidak dapat mengorganisasikan cara berpikir secara baik dan
sistematis. Para ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang,
dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.
4) Gizi
Berdasarkan penelitian para ahli yang dilakukan terhadap
anak-anak dan binatang, ditemukan bahwa ada kaitan yang erat antara kesulitan
belajar dengan kekurangan gizi. Artinya, kekurangan gizi menjadi salah satu
penyebab terjadinya kelambanan atau kesulitan belajar.
5) Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan adalah hal-hal yang tidak
menguntungkan yang dapat nengganggu perkembngan mental anak, baik yang terjadi
di dalam keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Meskipun faktor ini
dapat pengaruhi kesulitan belajar, tetapi bukan satu-satunya faktor penyebab
terjadinya kesulitan belajar. Namun, yang pasti faktor tersebut dapat
mengganggu ingatan dan daya konsentrasi anak.
6) Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap
kesulitan belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh
Adelman dan Comfers (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat
stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa
tahun kemudian penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan
hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa
alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang kemudian akan
menyebabkan kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan
bahan makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.
Selain
faktor-faktor yang bersifat umum diatas, adapula faktor yang yang juga
menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor yang dapat
dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning
disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan
gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber,1998)
yang menimbulkan kesulitan belajar itu.
a. Disleksia (dyslexia), yakni
ketidakmampuan membaca.
b. Disgrafia (dysgraphia), yakni
ketidakmampuan belajar menulis.
c. Diskalkulia (dyscalculia), yakni
ketidakmampuan belajar matematika.
Akan
tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki
potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan diatas
rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita
sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain
dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985: Rebert, 1988).
2.3.
Prosedur Diagnosis Kesulitan Belaja
Teknik diagnostik kesulitan belajar menurut
Ross dan Stanley dalam Abin (2012:307) menyatakan bahwa terdiri dari beberapa
tahap sebagai berikut:
1) Siapa-siapa yang mengalami gangguan?
2) Dimanakah kelemahan-kelemahan itu dapat
dilokalisasikan?
3) Mengapa kelemahan-kelemahan itu terjadi?
4) Penyembuhan-penyembuhan apakah yang disarankan?
5) Bagaimana kelemahan itu dapat dicegah?
Sedangkan menurut Burton menjelaskan teknik
pelaksanaan diagnostik kesulitan belajar sperti berikut:
1) General Diagnosis
Pada tahap ini lazim digunakan tes baku, seperti yang
dipergunakan untuk evaluasi dan pengukuran psikologis dan hasil belajar.
Sasaranya, untuk menemukan siapakah siswa yang diduga mengalami kelemahan
tersebut.
2) Analystic Diagnostic
Pada tahap ini yang lazim digunakan adalah tes
diagnostic. Sasarannya untuk mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
3) Psychological Diagnostic
Pada tahap ini teknik pendekatan dan instrument yang
digunakan antara lain:
b) Observasi
c) Analisis karya tulis
d) Analisis proses dan respon lisan
e) Analisis
berbagai catatan objektif
f) Wawancara
g) Pendekatan laboratorium dan klinis
h) Srudi kasus
Sasaran kegiatan diagnostic pada langkah ini
pada dasarnya ditujukan untuk memahami karakteristik dan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kesulitan.
Dari kedua model pola pendekatan diatas kita
dapat menjabarkannya kedalam suatau pola pendekatan operasional sebagai
berikut:
Input 1: informasi / data prestasi dan proses belajar
Ø Identifikasi kasus: menandai siswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar
Input 2: informasi / data
tes / analisis diagnostic
Ø Identifikasi masalah: menandai dan melokalisasi dimana
letaknya kesulitan
Input 3: informasi / data diagnostic psikologis
Ø Identifikasi faktor penyebab kesulitan: menandai jenis
dan karakteristik kesulitan dengan faktor penyebabnya.
Ø Prognosis: mengambil kesimpulan dan keputusan serta
meramalkan kemungkinan penyembuhan.
Ø Rekomendasi/Refferal: membuat saran alternative
pemecahannya.
2.4.
Alternatif Pemecahan Kesulitan Belajar
Banyak alternative yang dapat
diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi, sebelum
pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu
melakukan beberapa langkah penting yang meliputi :
a. Menganalisis
hasil diagnosis
Menganalisis
hasil diagnosis yakni menelaah bagian-bagian masalah
dan hubungan antarbagian tersebutuntuk memperoleh pengertian yang benar
mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Data dan informasi yang
diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis
sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang
berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti.
b. Menentukan Kecakapan Bidang Bermasalah
Mengidentifikasi
dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang
memerlukan perbaikan. Berdasarkan hasil analisis tadi, guru diharapkan dapat
menentukan bidang kecakapan tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan
perbaikan. Bidang-bidang kecakapan bermasalah ini dapat dikategorikan menjadi
tiga macam, yaitu :
1) Bidang
kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri
2) Bidang
kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua.
3) Bidang
kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru maupun orang
tua.
Bidang kecakapan yang tidak dapat
ditangani atau terlalu sulit untuk ditangani baik oleh guru maupun orang tua
dapat bersumber dari kasus-kasus tunagrahita
(lemah mental) dan kecanduan narkotika. Mereka yang termasuk dalam lingkup dua
macam kasus yang bermasalah berat dipandang tidak berketerampilan. Oleh
karenanya, para siswa yang mengalami kedua masalah kesulitan belajar yang berat
tersebut tidak hanya memerlukan pendidikan khusus, tetapi juga memerlukan
perawatan khusus.
c. Menyusun
program perbaikan
Menyusun
program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran perbaikan). Dalam hal menyusun
program pengajaran perbaikan (remedial
teaching), sebelumnya guru perlu menetapkan hal-hal sebagai berikut:
1) Tujuan
pengajaran remedial
2) Materi pengajaran
remedial
3) Metode
pengajaran remedial
4) Alokasi
waktu pengajaran remedial
5) Evaluasi
kemajuan siswa setelah mengikuti program pengajaran remedial.
Setelah langkah-langkah di atas selesai, barulah
melaksanakan langkah selanjutnya, yakni melaksanakan program perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Makmun,
Abin. S. 2012. Psikologi Kependidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin.
2000. Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
0 komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentar dengan Bahasa yang Sopan